modulajarku.com – Pernahkah Anda mendengar istilah Kurikulum Merdeka? Mungkin saat rapat sekolah anak Anda, di grup WhatsApp guru, atau bahkan dari berita pendidikan di televisi. Kata “merdeka” terdengar membebaskan, tapi apa sebenarnya maksudnya dalam dunia pendidikan?
Bayangkan sebuah kelas SD di mana murid tidak lagi hanya duduk diam mendengarkan ceramah panjang guru. Sebaliknya, mereka aktif bertanya, berdiskusi, bahkan mengerjakan proyek yang relevan dengan kehidupan nyata.
Inilah salah satu wajah Kurikulum Merdeka, kurikulum terbaru yang resmi digunakan di sekolah-sekolah Indonesia sejak tahun 2022.
Kurikulum Merdeka adalah kebijakan pendidikan yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menggantikan kurikulum sebelumnya (Kurikulum 2013). Kurikulum ini bertujuan menciptakan proses pembelajaran yang lebih fleksibel, relevan, dan berpusat pada murid.
Jika Kurikulum 2013 cenderung padat materi dan mengejar standar seragam, Kurikulum Merdeka memberi ruang pada sekolah dan guru untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa.
Beberapa poin penting dalam definisi Kurikulum Merdeka antara lain:
Mengapa kurikulum ini dibuat? Ada beberapa alasan kuat:
Struktur kurikulum disederhanakan agar guru bisa lebih fokus pada kompetensi esensial.
Guru diberi keleluasaan menentukan strategi belajar. Misalnya, pembelajaran bisa berbasis proyek, eksperimen, atau diskusi kelompok.
Tidak semua murid belajar dengan cara yang sama. Kurikulum Merdeka mendukung pembelajaran sesuai tingkat kemampuan siswa.
Setiap kegiatan belajar dihubungkan dengan pembentukan karakter sesuai nilai-nilai Pancasila.
Kurikulum ini memiliki struktur berbeda untuk setiap jenjang:
| Aspek | Kurikulum 2013 | Kurikulum Merdeka |
|---|---|---|
| Pendekatan | Padat materi, berbasis konten | Fleksibel, berbasis kompetensi |
| Penilaian | Fokus kognitif (nilai ulangan) | Penilaian holistik (asesmen formatif, proyek, portofolio) |
| Guru | Terikat silabus | Bebas membuat modul ajar |
| Siswa | Pasif mendengar | Aktif, kolaboratif, kreatif |
| Proyek | Tidak wajib | Wajib (Projek Profil Pelajar Pancasila) |
Namun, tidak ada kurikulum yang sempurna. Beberapa tantangan yang muncul antara lain:
Sebuah SD di Yogyakarta mulai mencoba Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2022. Awalnya guru-guru bingung karena tidak ada buku paket baku. Namun setelah pelatihan, mereka membuat modul ajar sendiri.
Misalnya, saat membahas ekosistem, guru mengajak siswa melakukan observasi di sawah sekitar sekolah. Siswa mencatat jenis tanaman, serangga, hingga interaksi manusia dengan alam. Hasilnya, siswa lebih paham konsep rantai makanan karena belajar langsung di lapangan.
Cerita ini membuktikan bahwa meski penuh tantangan, Kurikulum Merdeka bisa berhasil jika ada kolaborasi antara guru, sekolah, dan orang tua.
P5 adalah kegiatan belajar berbasis proyek yang bertujuan membentuk karakter siswa. Ada enam dimensi utama:
Contoh projek: siswa membuat kampanye pengurangan sampah plastik di sekolah.
Menurut laporan UNESCO (2021), pendidikan yang relevan dan fleksibel lebih efektif meningkatkan kompetensi siswa dibanding kurikulum yang terlalu padat.
Data dari Kemendikbudristek (2023) menunjukkan bahwa sekolah yang lebih dulu menerapkan Kurikulum Merdeka mengalami peningkatan hasil belajar literasi dan numerasi sebesar 12–15% dibanding sekolah non-pelaksana.
1. Apakah Kurikulum Merdeka wajib di semua sekolah?
Ya, sejak 2024 semua sekolah mulai menerapkan Kurikulum Merdeka secara nasional.
2. Bagaimana dengan buku pelajaran?
Guru dapat menggunakan buku dari pemerintah, tetapi dianjurkan membuat modul ajar sesuai kebutuhan.
3. Apakah siswa masih menghadapi ujian nasional?
Tidak. Ujian Nasional telah digantikan dengan Asesmen Nasional yang fokus pada literasi, numerasi, dan survei karakter.
4. Apakah Kurikulum Merdeka lebih mudah?
Bukan lebih mudah, tapi lebih fokus pada kompetensi yang penting bagi masa depan siswa.
5. Apa peran orang tua dalam kurikulum ini?
Orang tua berperan sebagai mitra guru untuk mendukung pembelajaran anak di rumah.
Kurikulum Merdeka bukan sekadar perubahan silabus, melainkan perubahan paradigma pendidikan di Indonesia. Dari pembelajaran yang kaku menjadi lebih fleksibel, dari sekadar mengejar nilai menjadi pembentukan karakter, dari hafalan menjadi kompetensi nyata.
Apakah penerapannya mudah? Tentu tidak. Tapi dengan kolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan pemerintah, Kurikulum Merdeka bisa menjadi jembatan menuju pendidikan yang lebih relevan dan berkualitas.